Renungan Harian – PEMBALASAN

Renungan Harian 27 Juli 2020
Renungan Harian 27 Juli 2020

Renungan Harian Kristen hari ini: Juli 2020.

Renungan

Mungkin Anda pernah melihat film kartun tentang seekor burung pelari cepat dan seekor serigala yang selalu merencanakan malapetaka atau perangkap tapi sial selalu menimpa dirinya sendiri? Serigala menggali lobang, tapi dia sendiri yang terjatuh ke dalamnya. Ia memasang dinamit, bahan peledak, namun bukan si burung yang meledak, tapi dia. Selalu dia sial saja! Tapi bukankah ini salah satu kebenaran Amsal? Orang yang merencanakan kejahatan kepada orang lain akan menimpa dirinya sendiri.

Hikmat menyadari dan mengakui adanya peraturan kehidupan. Meskipun polisi tidak menangkap kita, tapi pada akhirnya kita sendiri akan terjebak di dalamnya. Inilah semacam prinsip “pembalasan” yang berlaku bukan saja untuk perbuatan jahat tetapi juga perbuatan baik. Memang, hari ini fokus Amsal kepada perbuatan jahat kepada orang lain.

Namun, mungkin kita berpikir bahwa prinsip pembalasan ini tidak selalu berlaku? Coba amati, bukankah orang yang galak tidak memiliki sahabat karena dihindari oleh orang lain? Orang yang ramah biasanya disambut ramah pula dan memiliki banyak sahabat. Perbuatan baik akan merangsang orang berbuat baik juga, bukan? Orang yang menyebutnya sebagai membalas budi. Rasul Paulus memperingati kita: “Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diriNya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya” (Galatia 6:7). Akankah kita menabur kejahatan atau kebaikan? Tuhan Yesus menghendaki kita berbuat yang positif. “Perlakukanlah orang lain seperti kalian ingin diperlakukan oleh mereka” (Lukas 6:31)

Bagaimana kita memperlakukan orang lain mencerminkan sikap hati terhadap Tuhan yang menciptakannya.

Bacaan Alkitab

Siapa menggali lobang akan jatuh ke dalamnya, dan siapa menggelindingkan batu, batu itu akan kembali menimpa dia.

Amsal 26:27

ANAK YANG BEBAS

Allah adalah Bapa dan kita terpanggil mewujudkan diri kita sebagai anakNya, tetapi anehnya, umat manusia dalam sejarahnya membagi diri dalam dua golongan. Dimulai dengan Kain dan Habel, lalu Ishak dan Ismael, kemudian Yakub dan Esau, dan seterusnya. Tuhan Yesus memulai perumpamaannya: “Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki”.

Ceritera diawali dengan keinginan anak bungsu untuk meminta bagian warisannya. Aneh, anak macam apa ini? Ayah belum meninggal dan dia sudah menghendaki bagiannya. Kurang ajar benar! Dia mengharapkan ayahnya meninggal. Lazimnya, ayah itu akan menolak permintaan anaknya, namun tidak demikian dengan Bapa sorgawi kita. Anak itu menghendaki bagiannya, dia ingin menjadi lebih daripada anak, namun dia telah menjadikan diri bukan anak. Dia ingin terlepas, bebas dari pemeliharaan dan kasih ayahnya.

Memang, Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang memiliki dua pilihan dengan suka rela mengasihiNya atau menolak kasih pemeliharaanNya. Anak yang bungsu memilik hidup bebas meninggalkan ayahnya. Dia tidak mau menjadi anak lagi. Apakah yang kemudian terjadi dengan dirinya? Dia yang ingin bebas telah terjerumus dalam kehidupan tanpa kehendak sendiri, tanpa kebebasan. Dia telah terbelenggu oleh nafsu-nafsunya.

Nampaknya, ketika dia masih di rumah, dia masih bisa mengendalikan diri dan membawakan diri sebagai anak di hadapan ayahnya. Dia melakukan tugas-tugasnya dengan baik, tetapi hanya secara lahiriah tanpa jiwa atau semangat. Kebanyakan kita sebagai anggota jemaat, bukankah kita juga berperilaku demikian? Hati kita tidak terikat kepada kasih Allah dan bila kesempatan tiba kita akan “pergi ke negeri yang jauh”. Kemudian yang terjadi seperti riwayat anak bungsu, mau bebas sebaliknya jadi terbelenggu.

Tuhan, betapa sering kami ingin menunjukkan kebebasan kami dan kepintaran kami di atas dan terpisah dari kehendakMu. Ampunilah bila kami ingin menjadi lebih daripada anakMu. Demi Yesus. Amin

Bacaan Alkitab

Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik yang menjadi hakku …

Lukas 15:12