UTAMAKANLAH TUHAN, MAKA ENGKAU AKAN DIA PELIHARAKAN

JURANG YANG DIJEMBATANI TUHAN
JURANG YANG DIJEMBATANI TUHAN

Perikop ini berlatar belakang peristiwa kekeringan yang merupakan hukuman Tuhan sebagai akibat penyembahan Israel terhadap Baal (baca juga psl 16:29-17:1).

“UTAMAKANLAH TUHAN, MAKA ENGKAU AKAN DIA PELIHARAKAN

1 Rajaraja 17:7-16)

Elia adalah nabi yang diutus Tuhan untuk menyampaikan berita penghukuman itu. Namun ia sendiripun tak luput dari kesusahan akibat kekeringan itu, yakni sulit mendapat makanan dan minuman. Sekalipun demikian Tuhan memeliharanya dengan dua cara, yakni melalui burung gagak saat ia diperintahkan pergi ke tepi sungai Kerit (17:2-6), dan melalui seorang janda saat ia diperintahkan pergi ke Sarfat (17:7-24).

Tidak Masuk Akal Bagi Manusia, Masuk Akal Bagi Tuhan

Ada empat hal yang tidak masuk akal manusia dalam kisah Elia dan janda di Sarfat ini.

  1. Perintah Tuhan kepada Elia untuk pergi ke Sarfat.
    Sarfat termasuk wilayah Sidon. Sidon justru adalah asal ratu Izebel (16:31), istri raja Ahab, yang menyebabkan Ahab menyembah Baal dan seluruh Israel berdosa. Izebel pula yang berikhtiar akan membunuh Elia (19:2), dan membunuh Nabot serta merebut kebun anggurnya dengan cara yang sangat licik (psl 21). Tidak masuk akal jika Tuhan malah menyuruh Elia pergi ke sana. Bahayanya terlalu besar. Ayah Izebel adalah penguasa Sidon. Maka jika musuh anaknya ketahuan ada di daerah kekuasaannya, dengan mudah ia dapat menyerahkan Elia kepada Izebel. Namun Elia pergi juga. Baginya sudah cukup perintah Allah itu. Ia yakin akan dipelihara dengan cara Tuhan sendiri seperti saat ia berada di tepi Sungai Kerit.
  2. Perintah Tuhan kepada seorang janda miskin untuk memberi Elia makan.
    Dari pihak Elia
    Ia diperintahkan menemui seorang janda yang akan memelihara makan dan minumnya. Bisa jadi Elia membayangkan seorang janda kaya yang mendapat banyak warisan dari almarhum suaminya. Namun jangankan dari dekat, dari pintu gerbang kota saja sudah kelihatan tak ada tanda-tanda kekayaan pada diri sang janda. Mana ada janda kaya yang mengumpulkan kayu api (17:10). Dan ternyata, harta kekayaan sang janda hanya tinggal segenggam tepung dan sedikit minyak. Namun Elia beriman bukan pada apa yang dilihatnya, melainkan pada Allah yang memerintahkannya ke situ.
    Dari pihak Janda Sarfat
    Tiba-tiba ia kedatangan tamu dari jauh, seorang Yahudi, yang bukannya membawa oleh-oleh tapi malah meminta persediaan pangan terakhirnya. Bisa jadi ia bergumul, mengapa pria (pihak yang kuat) ini tega meminta makanan terakhir dari seorang wanita (pihak yang lemah) yang sedang kelaparan, punya anak yang kelaparan juga. Kalau demi kelanjutan hidup anaknya, mungkin ia rela memberikan bagiannya; tapi untuk seorang asing? Bisa juga sang janda berpikir jika Allah sanggup membuat tepung dan minyak tak habis-habis, mengapa Ia tidak memberi saja makanan pada utusan-Nya? Kenapa harus minta padanya? Sama sekali tak masuk akal. Namun akhirnya ia menuruti perintah Elia. Bisa diartikan bahwa ia putus asa, makan atau tidak, sebentar lagi juga akan mati karena tak ada lagi makanan. Lebih baik berbuat baik sebelum mati. Namun kemungkinan berikut lebih positif. Iman sang janda sama kuatnya dengan iman Elia. Ia yakin Allah tidak salah perintah. Maka ia menuruti semuanya itu.
  3. Tepung dan minyak yang tak habis-habis
    Sangat tak masuk akal bahwa tepung yang segenggam itu setiap hari masih tetap ada segenggam, dan sedikit minyak dalam buli-buli masih terus ada setelah dipergunakan untuk membuat roti. Setiap hari cukup untuk makan tiga orang. Namun sejak perintah itu diberikan memang sudah tidak masuk akal. Itulah cara Allah memelihara Elia dan sang janda serta anaknya, orang-orang yang beriman kepadanya. Tak masuk akal bagi manusia, tapi masuk akal bagi Tuhan.
  4. Kembalinya nyawa anak sang janda
    Selang beberapa waktu putra sang janda meninggal. Satu-satunya milik yang paling berharga, yang akan menjamin masa tuanya, pergi. Kesedihannya tentu jauh melebihi kesusahan menghadapi kelaparan pada saat sebelumnya. Untuk anaknya dia rela mati. Tapi bila anaknya mati? Apalagi pada dasarnya ia mengira anaknya mati karena kesalahan-kesalahannya di masa lampau (17:18). Entah apakah kesalahan itu Alkitab tidak menuliskan. Namun sekali lagi Allah memelihara kehidupan. la menghidupkan anak itu (17:23). Dan oleh karena perbuatan-Nya itu, sang janda dari negeri kafir, tempat para penyembah Baal, dengan tulus mengaku percaya kepada Allah Israel. Suatu hal yang justru tidak dilakukan oleh Israel, umat Tuhan sendiri.

JURANG YANG DIJEMBATANI

Allah, Elia dan Janda Sarfat adalah tiga tokoh utama dari perikop ini. Posisi mereka masing-masing apabila digambarkan kira-kira seperti ini:

Janda Sarfat di sini berfungsi sebagai jembatan bagi Elia untuk melaksanakan kehendak Allah. Mereka tidak saling kenal; mereka hidup pada lokasi berjauhan. Namun atas kehendak Allah mereka harus bertemu, supaya satu sama lain dapat melanjutkan kehidupan. Melalui cara Tuhan yang seolah tak masuk akal, mereka dipertemukan. Tentu itu tak akan pernah terjadi apabila Elia tidak mau melintasi jarak yang ada. Juga tak akan pernah terjadi apabila Elia hanya berdiri di depan pintu gerbang kota dan memperhatikan sang janda mengumpulkan kayu bakar. Pertolongan Tuhan tak akan pernah dirasakan oleh keduanya apabila Elia tidak mendatangi sang janda dan sang janda tidak mau memberikan makanan terakhirnya dan menerima sang nabi di rumahnya. Kita tak akan pernah tahu bagaimana kondisi mereka selanjutnya kalau jurang diantara mereka semakin menganga karena tak ada satupun yang mau melintasi jembatan.

Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dengan mengutamakan Tuhan dalam hidup ini, maka Tuhan pasti akan memelihara hidup kita melalui seluruh ciptaan-Nya (bd. Mat.6:33). Bagaimanakah cara kita mengutamakan Tuhan itu dalam kehidupan sehari-hari? Melalui arahan teks ini, kita diajarkan untuk: 

Pertama, membangun persahabatan dengan sesama manusia. 

Kedua, memberi perhatian pada sesama khususnya mereka yang lemah dan tidak berdaya dan yang membutuhkan pertolongan kita. Memberi bantuan bagi hamba Tuhan juga sangat mulia dan berharga, sebab firman Tuhan berkata, “Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir saja pun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya” (Mat.10:42). 

Ketiga, memberi diri. Tidak cukup memperhatikan sambil berdiam diri saja namun harus pergi dan memberi diri bagi pelayanan Tuhan di manapun kita berada. Memberi diri artinya, kita benar-benar ada dan berada untuk berbuat, bukan diwakilkan kepada orang lain. Mengerjakan pelayanan Tuhan tidak bisa diwakilkan kepada orang lain. 

Keempat, menjadi jembatan (saluran) berkat. Kita harus menyadari bahwa kita dipakai oleh Tuhan sebagai alat-Nya untuk menjembatani karya Allah yang sedang dan akan dilakukan-Nya melalui kita. Apapun profesi dan bagaimanapun keberadaan kita saat ini, kita sangat berharga bagi Tuhan untuk dipakai-Nya menjadi alat saluran berkat bagi-Nya.